Kemarin saya berkunjung ke rumah sahabat akrab saya, semenjak dia menikah sudah hampir 2 tahun ini tidak pernah bertemu. Entah mengapa tiba-tiba kemarin saya teringat dan ingin sekali menemuinya, lalu saya putuskan untuk pergi.
saya tidak mau beli uang dengan uang, klo soal Resiko Bisnis itu biasa dan ada dalam setiap usaha.” tambahnya lagi .
Waduh,, dengan jawabannya saya jadi bingung..(PUYENG), kalo boleh jujur sebagai muslim saya juga tidak mau bergelut di bisnis yang bertentangan dengan aturan kaidah hukum agama.
Dan saya menjawab : “Oke brooo.. untuk saat ini saya tidak bisa menjawab pertanyaa kamu terus terang saya tidak mau ambil resiko kalo untuk masalah ini.. besok saya akan kesini dan menjawab pertanyaan dari kamu, saya pelajari dulu lebih dalam.”
Setelah itu saya pamit pulang, ditengah perjalan dan sesampainya dirumah saya selalu berpikir “saya harus mendapat kan jawabannya”
Saya surfing dan bertanya ke embah
GOOgle ternyata menemui artikel yang memabahas masalah tersebut. Ternyata ini hanya merupakan hasil laporan seminar yg dihadiri dari kaum intelektual, pedagang berjangka komoditi, dan Ulama.
Berikut isi laporannya :
SEMINAR NASIONAL “PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI
DITINJAU DARI SEGI HUKUM ISLAM”
Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) bekerjasama dengan Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (FH-UII) Yogyakarta telah mengadakan Seminar Nasional Perdagangan Berjangka Komoditi Ditinjau dari Segi Hukum Islam di Yogyakarta pada tanggal 13 September 2001.
Pembicara dalam seminar tersebut adalah Drs. Ridwan Kurnaen, MBA. (Bappebti), Drs. Hasan Zein Mahmud, MBA. (PT. BBJ), Prof. Drs. H. Asmuni Abdurrohman (MUI Pusat), Drs. H. Abdur Rachim (IAIN SUKA Yogyakarta), Dr. Syamsul Anwar, MA. (IAIN SUKA Yogyakarta), Prof. Dr. Juhaya S. Praja, M.Ag. (IAIN Bandung), Jawahir Thontowi, SH., Ph.D. (FH-UII Yogyakarta), dan Zainul Arifin, MBA. (Institut At-Tazkiyah Jakarta).
Peserta dalam seminar tersebut sekitar 100 orang terdiri atas wakil-wakil dari Universitas/IAIN dari Propinsi DIY, Jawa Tengah, Jawa Timur, Riau, Lampung, dan Sulawesi Selatan, serta wakil-wakil dari Pondok Pesantren, Pemda DIY, dan sebagainya.
Pokok-pokok pikiran serta rekomendasi dari seminar tersebut adalah sebagai berikut :
- Perdagangan Berjangka Komoditi sebagaimana diatur dalam UU No. 32 Tahun 1997 tanggal 5 Desember 1997, berdasar nas-nas Al-Qur’an dan Hadits Nabi, serta pendapat para ulama fiqih, tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip syariah Islam (muamalah);
- Meskipun kalangan ulama Syahi’i berpendapat, dengan menggunakan konsep-konsep akad istitsna, Perdagangan Berjangka Komoditi tidak dibenarkan karena bertentangan dengan kaidah umum yaitu tentang obyek transaksi harus nyata, namun, menurut Ibnu Taimiyah, larangan menjual barang yang belum ada tersebut bukan karena tidak adanya barang itu, melainkan karena tidak jelas, apakah barangnya nanti dapat diserahkan ataukah tidak. Apabila barangnya belum ada, tetapi ada jaminan dapat diadakan atau diserahkan kemudian, maka hal itu diperbolehkan;
- Perdagangan Berjangka yang dikembangkan pada masyarakat kontemporer/modern mendapat dukungan kaidah fiqih, utamanya dari sisi “istihsan” dan atau “mashalihul mursalah”, yaitu tuntutan kebutuhan ekonomi modern (perdagangan) dan perlindungan para petani (masyarakat).
- Perdagangan Berjangka Komoditi tidak mengandung hal-hal yang bertentangan atau dilarang oleh Syariat, karena :
- Perdagangan berjangka adalah resmi (legal), mempunyai aturan yang jelas dalam peraturan-perundangan;
- Perdagangan berjangka tidak mengandung spekulasi (dalam arti untung-untungan), tetapi justeru dengan lindung nilai (hedging) dan pembentukan harga (price discovery) memberikan perlindungan kepada para petani-produsen;
- Perdagangan berjangka memiliki fungsi sosial-ekonomi, yaitu perlindungan kepentingan dan kesejahteraan masyarakat, berbeda dengan perjudian atau gambling, mengandung unsur untung-untungan dengan resiko yang tinggi serta tidak memiliki fungsi ekonomi bagi kesejahteraan/kemaslahatan masyarakat secara umum.
- Menurut Yusuf Musa, perdagangan berjangka tidaklah tepat apabila dikategorikan sebagai “salam” dikarenakan banyak perbedaannya, diantaranya adanya syarat penyerahan harga penuh ketika akad dilakukan, sehingga perdagangan berjangka lebih tepat dikategorikan sebagai akad jual beli.
- Untuk memperoleh kejelasan yang lebih detail tentang pandangan Hukum Islam terhadap Perdagangan Berjangka Komoditi ini, kegiatan seminar ini perlu ditindaklanjuti dengan kajian yang lebih mendalam dalam bentuk workshop yang melibatkan para pelaku, serta pihak-pihak yang secara langsung terlibat dalam perdagangan berjangka komoditi ini. (sumber www.bappebti.go.id)
Menyimak dari laporan di atas. Bagaimana menurut teman-teman dan alasannya, apakah
FOREX itu HARAM atau HALAL…???
Kita sharring……!!